Senin, 07 Desember 2009

Menjadi Juara pada Festival Kitab Suci Tipitaka 2009 se-DIY



Meski tidak diduga dan tidak diunggulkan, kontingen Vihara Karangdjati mampu berprestasi membanggakan dalam festival kitab suci Tipitaka 2009 tingkat propinsi DIY. Dalam festival perlombaan tersebut, tujuh trophy juara bisa dibawa pulang oleh kontingen Vihara Karangdjati.
Kejuaraan yang berlangsung selama dua hari, Sabtu dan Minggu tanggal 5-6 Desember 2009  di Kaliurang Sleman Yogyakarta tersebut, mempertandingkan 8 nomor, diantaranya adalah seni membaca Dhammapada, membaca Paritta, Cerdas cermat, Puisi, menulis naskah dhamma, Dhammadesana, menyanyi solo dan vocal group, dengan kategori anak-anak, remaja dan dewasa.
Di luar dugaan sebelumnya, kontingen Vihara Karangdjati mampu menjadi juara 1 pada lomba membaca paritta tingkat remaja; juara 3 dan 1 lomba membaca paritta tingkat remaja, juara 3 membaca puisi tingkat remaja; juara 2 menulis naskah dhamma tingkat remaja; juara 2 menulis naskah dhamma tingkat dewasa; dan juara 1 lomba menyanyi solo tingkat dewasa.
Meski hasil yang diraih adalah melebihi ekspetasi sebelumnya, namun hasil tersebut juga bukan hasil yang kebetulan. Hasil  tersebut merupakan buah dari proses pembinaan dan kegiatan pelayanan Dhamma di Vihara Karangdjati, melalui berbagai kegiatan yang dilakukannya.
Untuk itu, karena hasil kejuaraan merupakan hasil proses pelayanan dan pembinaan, maka apa yang diraih sekarang mendorong segenap komponen di Vihara Karangdjati untuk dapat memberikan pelayanan dan pembinaan lebih baik lagi, agar dapat meraih prestasi lebih baik lagi di kemudian hari. Melalui proses tersebut, pada akhirnya peningkatan pengetahuan dan pengamalan Dhamma jugalah yang menjadi tujuan utamanya.


 Kontingen Lomba Baca Dhammapada anak-anak sedang berlomba

 Peserta Lomba menyanyi sola anak-anak


 Peserta Lomba menyanyi solo Dewasa, yang akhirnya menjadi juara 1


 Juara dari Karangdjati menerima Trophy 


 Juara dari Karangdjati menerima Trophy


 Trophy para juara


 Kontingen Karangdjati, mengikuti penutupan dan pengumuman pemenang

 
 Narsis dengan Trophy yang diraihnya

Selasa, 24 November 2009

Pindapata



dibawah guyuran gerimis

 
  satria "plastik hitam" juga berdana

 
opss, awas jatuh



 pemberkahan  dulu

Gerimis yang mengguyur wilayah sekitar Vihara Karangdjati tidak menyurutkan semangat anak-anak sekolah Minggu beserta orang tuanya, untuk melaksanakan pindapata, berdana makan kepada dua samana yang berkenan hadir untuk melaksanakan Pindapata.
Pindapata adalah salah satu tradisi para samana, yaitu berjalan memberi kesempatan kepada umat untuk memberikan dana makan, menggunakan mangkuknya. Untuk mengenalkan tradisi ini kepada anak-anak, maka pada hari minggu, tanggal 22 November 2009, tepat jam 11 siang, diadakan acara Pindapata.
Sebelum diadakan pindapata, dua samanera yang berkenan hadir, yaitu samanera Dhammamito dan samanera Abhisaro, memberikan penjelasan ntentang pindapata kepada anak-anak, serta memberikan banyak cerita untuk memotivasi kepada anak-anak, tentang pentingnya terus menjadi anak baik.
Dalam kesempatan tanya jawab, beberapa pertanyaan yang polos dari anak-anak pun bermunculan, misalnya kenapa kok Bhante itu gundul? enak nggak jadi samanera? kalau tidur apa nggak kedinginan dll.
Menjelang acara pindapatta, dengan dibantu orang tua dan para Pembina sekolah minggu, anak-anak kembali mengecek dana makanan yang hendak dipersembahkan. Para Pembina kembali menjelaskan tata cara pindapata agar-agar dapat memberi dengan baik.
Dengan gerimis yang masih turun, pindapata pun dimulai. Nampak anak-anak dan para orang tua berbaris dengan rapi, dan samanera berjalan dengan sabar, untuk menerima satu persatu dana makan.
Meski basah karena gerimis, anak-anak dan orang tuanya nampak antusias, dan bergembira karena telah berkesempatan berdana makan kepada para samanera, dalam pindapata kali ini.

Sabtu, 07 November 2009

Dhammasharing, Sharing Dhamma Untuk Generasi Muda

Untuk menjawab kebutuhan generasi muda dalam belajar Dhamma, maka Vihara Karangdjati telah mengeluarkan kegiatan rutin baru, yang bertajuk Dhammasharing. Program ini bertujuan untuk memberikan wadah bagi generasi muda dalam belajar Dhamma, serta sharing tentang berbagai masalah kehidupan Remaja dan Pemuda, yang didiskusikan dalam perspektif Dhamma.

Kegiatan ini, sesuai tajuknya yaitu sharing, maka dilakukan tidak dalam format tutorial atau ceramah, namun diadakan dalam bentuk sharing. Setiap peserta diberikan kesempatan untuk melakukan sharing terhadap masalahnya, serta sharing pendapatnya terhadap kasus-kasus yang disahringkan peserta lain. Moderasi dilakukan agar arah diskusi tetap berada dalam bingkai Dhamma. Dengan demikian, peserta langsung mendapat gambaran tentang nilai-nilai Dhamma dalam permasalahan keseharian mereka.

Tema-tema yang disampaikan pun lebih variatif, dari kasus-kasus sosial, masalah-masalah remaja dan pemuda, kepemimpinan, relationship, kepribadian serta seputar basic Buddhism. Semua dibahas dan didiskusikan dengan gaya popular ala anak muda. Bagi anda remaja dan pemuda yang tinggal di sekitar Yogyakarta dan berminat mengikutinya, silakan datang ke Vihara Karangdjati, setiap hari Senin Pukul 17.00 WIB. Semoga bermanfaat.



suasana dhammasharing

suasana dhammasharing

Senin, 26 Oktober 2009

Perayaan Kathina Dana 2553 tahun 2009

Perayaan Kathina dana 2553 tahun 2009 di Vihara Karangdjati diadakan hari Rabu tanggal 21 Oktober. Hadir dalam perayaan tersebut sebagai wakil Sangha adalah BhikkhuJayadhammo dan Bhikkhu Piyadhiro.

Perayaan dimulai tepat jam 19.00 WIB, diawali dengan pembukaan dan sambutan panitia. Dalam sambutannya, panitia dan juga atas nama umat Buddha Vihara Karangdjati memberikan ucapan selamat kepada para Bhikkhu yang telah bertambah usia kebhikkhuannya, serta mengajak umat Buddha untuk memberikan kewajibannya yaitu menyokong kehidupan para Bhikkhu. Hubungan harmonis akan tercipta jika para Bhikkhu menjalankan kewajiban-kewajiban kebhikhhuannya dan umat Buddha menjalankan kewajiban sebagai umat.

Setelah itu, acara dilanjutkan dnegan puja bhakti lengkap dengan permohonan tuntunan sila kepada Bhikkhu Sangha. Dhammadesana pada kesempatan tersebut disampaikan oleh Bhikkhu Piyadhiro. Dalam khotbahnya, disampaikan tentang makna Kathina, serta sambutan antusias dari umat Buddha. Kathina sebenarnya adalah hari rayanya para bhikkhu, karena dilakukan setelah bhikkhu menjalankan masa vasaa selama tiga bulan. Atas dasar rasa bakti yang tinggi umat antusias merayakan Kathina untuk memberikan sokongan empat kebutuhan para bhikkhu yaitu tempat tinggal, jubah, makanan dan obat-obatan.

Namun demikian hubungan sosial itu tidaklah berhenti di saat Kathina saja. Para umat hendaknya tetap memperlakukan para bhkkhu dengan batasan-batasan etika dan kepantasan, bukan dengan membengun ego karena merasa sudah memberi dan berdana kepada Bhikkhu Sangha. Demikian juga para Bhikkhu tidaklah kemudian memanfaatkannya dalam hubungan materi semata, namun harus tetap kembali dalam sila dan vinaya.

Setelah dhammdesana, tiba saatnya para umat memberikan dana Kathinanya. Acara diawali dengan pembacaan kathinacivaradusam bersama-sama, baru kemudian satu demi satu umat memberikan dana kathinanya. Setelah itu, diadakan acara tuang air yang dilakukan oleh perwakilan umat, sebagai symbol agar kebajikan yang dilakukan pada saat itu juga menumbuhkan rasa mudita dari para leluhur kita.

Acara kathina dana yang dihadiri sekitar 170 umat ini kemudian ditutup dan dianjutkan dengan acara ramah tamah. Selamat merayakan Kathina Dana 2553 tahun 2009 kepada seluruh umat Buddha.


Bhante Piyadhiro memberi pesan Dhamma

Tuang air pelimpahan Jasa

Dana Jubah kepada Sangha

Suasana Perayaan Kathina Dana





Rabu, 14 Oktober 2009

Masa Vassa dan Kathina Dana


Sejarah mencatat bahwa setelah meraih Pencerahan Agung, Sang Buddha melakukan perjalanan ke Taman Rusa Isipatana, di dekat Benares. Beliau membabarkan Dhamma yang dikenal dengan Dhammacakkapavatana Sutta kepada lima orang pertapa yang pernah menjadi sahabatNya? Kondana, Vappa, Bhaddiya, Mahanama, dan Assaji. Setelah menguraikan khotbah pertama, Sang Buddha tetap tinggal disana. Beliau bertemu dengan Yasa -- anak seorang pedagang kaya raya di Benares -- dan memberikan wejangan Dhamma kepadanya. Disamping itu, Sang Buddha juga membabarkan Dhamma kepada ayah Yasa dan empat sahabat Yasa. Mereka beserta para pengikutnya -- semuanya berjumlah lima puluh lima orang -- meninggalkan kehidupan berumah tangga, memasuki kehidupan tanpa rumah (menjadi Bhikkhu), dan mencapai tingkat kesucian Arahat.


Jumlah siswa Sang Buddha yang telah mencapai tingkat kesucian Arahat pada saat itu sebanyak enam puluh orang. Kepada mereka Sang Buddha menyerukan untuk menyebarkan Dhamma dengan berkata :


"Aku telah terbebas dari semua ikatan-ikatan, O para Bhikkhu, baik yang bersifat batiniah maupun yang bersifat jasmania; demikianlah pula kamu sekalian, sekarang kamu harus menggembara untuk kesejahteraan orang banyak. Janganlah pergi berduaan ke tempat yang sama. Babarkanlah Dhamma yang indah pada awalnya, indah pada pertengahannya, dan indah pada akhirnya. Umumkanlah tentang kehidupan suci yang benar-benar bersih dan sempurna dalam ungkapan dan hakikatnya. Terdapat makhluk-makhluk yang matanya hanya ditutupi oleh sedikit debu. Kalau tidak mendengar Dhamma mereka akan kehilangan manfaat yang besar. Karena mereka adalah orang-orang yang dapat mengerti Dhamma dengan sempurna. Aku sendiri akan pergi ke Senanigama di Uruvela untuk mengajar Dhamma".


Masa penyebaran Dhamma telah dimulai. Tetapi pada saat itu Sang Buddha belum menyatakan masa Vassa dan masa Kathina. Semangat untuk menyebarkan Dhamma dalam diri para Bhikkhu nampaknya sangat besar.Hal ini bisa terlihat dari adanya sekelompok Bhikkhu yang mengadakan perjalanan pada musim dingin, musim panas, maupun musim hujan (Sebagaimana diketahui di India hanya dikenal tiga Musim).


Melihat hal ini masyarakat mengkritik dengan mengatakan, "Mengapa para Bhikkhu Sakyaputta (murid-murid Sang Buddha) mengadakan perjalanan pada musim dingin, panas dan musim hujan sehingga mereka menginjak tunas-tunas muda, rumput-rumputan, serta merusak kehidupan yang sangat penting dan mengakibatkan binatang-binatang kecil mati? Tetapi pertapa-pertapa lain, yang walaupun kurang baik dalam melaksanakan peraturan (Vinaya), namun mereka menetap selama musim hujan".


Mendengar keluhan masyarakat tersebut, beberapa orang Bhikkhu menghadap Sang Buddha dan melaporkan kejadian di atas. Sang Buddha kemudian memberikan keterangan yang masuk akal, dan bersabda :


"Para Bhikkhu, saya izinkan kamu untuk melaksanakan masa Vassa".


Kemudian terpikir oleh para Bhikkhu,"Kapan masa Vassa dimulai ?".


Mereka menyatakan hal ini kepada Sang Buddha dan Beliau kemudian menyatakan, "Saya izinkan kamu melaksanakan masa Vassa selama musim hujan".


Kemudian terpikir lagi oleh para Bhikkhu, "Berapa banyak periode untuk memulai masa Vassa ?".


Mereka menyampaikan hal ini kepada Sang Buddha, Beliau berkata,


"O para Bhikkhu, terdapat dua masa untuk memasuki masa Vassa, yang awal dan yang berikutnya. Yang awal dimulai sehari setelah purnama di bulan Asalhi (Kini dikenal dengan Hari Raya Asadha) dan yang berikutnya dimulai sebulan setelah purnama di bulan Asalhi. Itulah dua periode untuk memulai musim hujan". Sejauh ini belum ada ketetapan mengenai Kathina Upacara persembahan jubah kepada Sangha setelah menjalani Vassa. Sang Buddha baru menetapkan masa Vassa dan sejak saat itu, para Bhikkhu melaksanakan masa Vassa. Pada masa Vassa para Bhikkhu menetap selama musim hujan dan melatih dirinya.


Kathina mempunyai kisah tersendiri, sebagai berikut, pada waktu itu Sang Buddha menetap di Savatthi, di hutan Jeta di vihara yang di dirikan oleh Anathapindika. Ketika itu terdapat tiga puluh orang Bhikkhu dari Pava sedang mengadakan perjalanan ke Savatthi untuk bertemu dengan Sang Buddha.


Ketika masa Vassa tiba, mereka belum sampai di Savatthi. Mereka memasuki masa Vassa di Saketa dengan berpikir, "Sang Buddha tinggal sangat dekat, hanya enam yojana dari sini tetapi kita tidak mempunyai kesempatan bertemu dengan Sang Buddha".


Setelah menjalankan masa Vassa selama tiga bulan, dengan jubah basah kuyup dan kondisi yang lelah mereka sampai di Savatthi. Setelah memberi hormat, mereka duduk dengan jarak yang pantas.


Sang Buddha berkata, "O para Bhikkhu, semoga semuanya berjalan dengan baik. Saya berharap kalian mendapatkan sokongan hidup. Selalu penuh persahabatan dan harmonis dalam kelompok. Kamu melewatkan masa Vassa dengan menyenangkan dan tidak kekurangan dalam memperoleh dana makanan".


Kemudian para Bhikkhu menjawab: "Segala sesuatu berjalan dengan baik, Sang Bhagava. Kami mendapatkan sokongan yang cukup, dalam kelompok selalu penuh persahabatan dan harmonis, dan mendapatkan dana makanan yang cukup. Kami sebanyak tiga puluh orang Bhikkhu dari Pava ke Savatthi untuk bertemu dengan Sang Bhagava, tetapi ketika musim hujan mulai, kami belum sampai di Savatthi untuk bervassa. Kami memasuki masa Vassa dengan penuh kerinduan dan berpikir, Sang Bhagava tinggal dekat dengan kita, enam yojana, tetapi kita tidak mempunyai kesempatan melihat Sang Bhagava. Kemudian kami, setelah menjalankan masa Vassa selama tiga bulan, menjalankan pavarana, hujan, ketika air telah berkumpul, rawa telah terbentuk, dengan jubah yang basah kuyup dan kondisi yang lemah dalam perjalanan yang jauh".


Setelah memberikan wejangan Dhamma,Sang Buddha berkata kepada para Bhikkhu, "O para Bhikkhu, Saya izinkan untuk membuat jubah Kathina bila menyelesaikan masa Vassa secara lengkap........".


Demikianlah izin membuat jubah Kathina ditetapkan Sang Buddha ketika Beliau tinggal di Savatthi.


Sampai sekarang Kathina tetap diperingati sebagai upacara persembahan jubah kepada Sangha setelah menjalani Vassa. Jadi setelah masa Vassa berakhir, umat Buddha memasuki masa Kathina atau bulan Kathina. Dalam kesempatan tersebut, selain memberikan persembahan jubah Kathina, umat Buddha juga berdana kebutuhan pokok para Bhikkhu, perlengkapan vihara, dan berdana untuk perkembangan dan kemajuan agama Buddha. Hubungan harmonis antara Bhikkhu Sangha dan umat awam seperti yang tercermin dalam masa Kathina ini, sungguh merupakan suatu berkah dalam kehidupan ini. Kathina memang memberikan makna yang mendalam bagi umat Buddha.


Selamat merayakan kathina Dana 2553 tahun 2009


sumber : dari SINI


Senin, 05 Oktober 2009

Update Laporan Penerimaan Dana Gempa bumi

Berikut Laporan penerimaan Dana Gempa Bumi Sumatera via Vihara Karangdjati. jika masih ada kesalahan penulisan nama dimohon konfirmasi lagi, terimakasih

Penggalangan Dana dilakukan selama satu minggu dan telah ditutup pada tanggal 9 Oktober 2009, berhasil mengumpulkan donasi sebesar Rp. 22.888.888. Terimakasih atas segala dukungan dan partisipasi dari Bapak/Ibu/ Sdr/Sdri sekalian, semoga akan membawa manfaat dan kebaikan bagi kita semua


(untuk melihat laporan lebih jelas, silakan gambar di klik)


sesuai yang telah disampaikan di awal penggalangan dana, bahwa dana yang terkumpul akan diaslurkan melalui "Karuna Mitta" dan sudah disalurkan ke rekening Karuna Mitta Pusat.

Jumat, 02 Oktober 2009

Karuna: Peduli Gempa Bumi Padang

Sebagai wujud kepedulian dan karuna kita, Vihara Karangdjati mengadakan penggalangan dana untuk korban Gempa Padang, dana bisa ditransfer melalui rekening PD Magabudhi DIY an Soetrisno, BCA No 169.180.0003 KCP Ahmad Dahlan Yogyakarta, konfirmasi ke Indra HP 0878.3959.4552. Dimohon untuk menyertakan ekor angka 9 pada transfer untuk memudahkan pengecekan. Dana bisa juga diberikan tunai ke sekretariat Vihara Karangdjati pada jam kegiatan. Dana akan disalurkan melalui Gerakan Karuna Mitta , gerakan sosial dalam Keluarga Buddhis Theravada Indonesia.


Mari berbagi, semoga bermanfaat bagi para korban dan untuk kebaikan kita semua



Rabu, 16 September 2009

Dhammaclas masa Vassa 2009 sesi ketiga : Sukses sebagai Umat Awam

Kesempatan belajar Dhamma melalui program dhammaclas masa Vasa Vihara Karangdjati untuk tahun 2009 telah berakhir, dengan diadakannya dhammaclas sesi ketiga atau sesi yang terakhir. Acara tersebut diadakan pada hari Sabtu, tanggal 12 September dimulai tepat pukul 19.00 WIB. Hadir dalam Dhammaclas tersebut adalah Bhikkhu Jotidhammo Mahathera sebagai pembicara.

Dhammaclas sesi yang terakhir ini, Bhante Joti, panggilan akrab Bhikkhu Jotidhammo, membahas tentang pengertian yang salah dari umat Buddha berkaitan dengan semangat hidup. Dikatakan oleh Bhante Joti, umat Buddha bisa memilih, menjadi bhikkhu atau perumah tangga. Dua pilihan itu memiliki kewajiban masing-masing, yang tidak bisa disamakan. Kalau memilih menjadi bhikkhu jangan seperti umat awam, demikian pula sebaliknya, kalau menjadi umat awam perumah tangga, jangan seperti bhikkhu.

Kesalahan berpikir itu antar lain, umat Buddha banyak yang berpendapat bahwa kekayaan, materi, jabatan, kepandaian, itu tidak penting karena menimbulkan “kemelekatan”. Padahal, adalah tugas umat awam mengusahakan kesuksesan dalam hidupnya baik secara materi atau yang lain. Kesalahannya bukan pada materi, kekayaan atau jabatan, tapi bagaimana kita memandang hal-hal tu. Yang harus dilakukan umat Buddha adalah mengusahakan hal-hal itu dengan jalan yang benar, menggunakan sila yang benar, serta memiliki pengertian yang benar tentang materi, bukan dengan menghindarinya sama sekali. Kalau mau menghindar, maka jadilah bhikkhu, meninggalkan keduniawaian, demikian seloroh Bhante joti.

Bhante Joti juga mengingatkan, bahwa umat Buddha harus dapat membedakan antara Viriya (semangat), dengan Tanha (nafsu) dalam mencapai kesuksesan duniawi tersebut. Viriya menekankan pada proses, sehingga dalam mencapainya selalu mengikuti kaidah sila dan etika yang ada. Sementara Tanha menekankan pada hasil, akibatnya mungkin orang akan mengabaikan sila dan etika, kalau perlu dilanggarnya, asal materi duniawi bisa didapat. Umat Buddha yang baik harusnya penuh Viriya, bukan penuh Tanha.

Dhammaclas sesi terakhir ini dihadiri sekitar 70 orang. Berjalan cukup seru karena banyak sekali pertanyaan-pertanyaan seputar sukses sebagai umat awam ini. Setelah berlangsung selama dua jam, dhammaclas berakhir. Semoga apa yang disampaikan dalam dhammaclas ini akan membawa kemajuan dan kebaikan bagi semuanya.

Kunjungan Peserta “Indonesian Art and Culture Scholarship 2009” ke Vihara Karangdjati

Hari Sabtu, tanggal 12 September 2009, jam 14.00, Vihara Karangdjati mendapat tamu manca Negara, para peserta IACS, Indonesian Art and Culture Scholarship 2009. IACS adalah program dari Departemen Luar Negeri, berupa pemberian kesempatan bagi pemuda-pemudi berbagai negara untuk tinggal di Indonesia, serta dikenalkan dengan berbagai ragam budaya Indonesia. Yogyakarta kebetulan adalah salah satu kota yang dipilih, dengan Sanggar Sekar Setaman Taman Budaya Yogyakarta sebagai tuan rumah bagi para peserta tersebut.

Salah satu agenda kegaiatn mereka adalah mengenal ragam agama yang dianut oleh masayarakat Indonesia, dan Vihara Karangdjati dipilih sebagai tempat untuk mengenal agama Buddha di Indonesia. Acara kunjungan tersebut diawali dengan perkenalan antara rombongan peserta yang dating dari 12 negara, dengan pengurus Vihara Karangdjati yang hadir. Setelah itu, dilanjutkan dengan dialog, tentang sejarah, perkembangan dan kegiatan Vihara Karangdjati. Peserta kemudian antusias untuk bertanya tentang berbagai hal, menyangkut Vihara dan kegiatan umat Buddha pada umumnya.

Setelah itu, dilanjutkan dengan melihat ruangan dhammasala, melihat altar sang Buddha dan mengenal simbol-simbol agama Buddha. Setelah dirasa cukup, acara selanjutnya adalah foto bersama, serta pemberian kenang-kenangan kepada peserta berupa buku sejarah vihara Karangdjati. Bagi Vihara Karangdjati, ( ini adalah kesempatan kedua mendapat kunjungan dari program serupa setelah tahun lalu mendapat kunjungan yang sama), merupakan kehormatan, karena melalui acara ini telah menjadi duta Bangsa untuk mengenalkan ragam budaya Indonesia.

Acara Tujuhbelasan ala Karangdjati

Bertempat di vihara karangdjati, hari minggu tanggal 23 Agustus diadakan acarabertajuk semarak kemerdekaan ala karangdjdati. Acara ini selain bertujuan utama untuk ikut memeriahkan hari ulang tahun Indonesia yang ke-64, sekaligus sebagai ajang keakraban antar umat di Vihara karangdjati.

Sesuai tujuannya yang untuh memeriahkan sekaligus keakraban, maka tujuhbelasaan tersebut diisi dengan barbagai perlombaan untuk membuat suasana meriah dan akrab. Berbagai perlombaan dipersiapkan, dengan tujuan utama bukan untuk menang kalah, tapi bagaimana suasana menjadi meriah, bercanda bersama, dan ujung-ujungnya akan tercipta satu suasana akrab diantara umat lintas generasi, entah sesepuh, pemuda atau anak-anak, atau bahkan ibu-ibunya.

Perlombaan dimulai sekitar jam 3 sore menunggu redanya terik matahari. Diawali dengan perlombaan sepakbola terong antara tim anak-anak, kemudian dilanjutkan tim bapak-bapak. Suasana yang masih heboh melihat kelucuan sepakbola terong, langsung dilanjutkan balap botol antar tim, kemudian gigit koin yang nempel di buah blewah, dan pukul air. Puncaknya adalah sepakbola lumpur, main bola di tengah sawah yang sudahj siap tanam, jadi peserta benar-benar berlepotan karena lumpur.

Seperti tujuannnya yang berseifat rekreatif dan akrab, maka acara ini juga berlangsung dengan penuh canda dan tawa. Meski capek, kotor, menang-kalah juga bukan urusan, yang penting adalah berpartisipasi dalam peringatan kemerdekaan Indonesia sekaligus menjalin keakraban antar umat Vihara.


Video sepakbola sawah


Selasa, 18 Agustus 2009

Dhammaclass sesi I : tiga macam Vatta

Dhammaclass masa Vasa untuk Sesi I sudah dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 15 Agustus 2009, tepat jam 19.00 WIB Hadir sebagai pembicara adalah YM Sri Pannyavaro Mahathera.
Dalam kesempatan ini, Bhnate Panyavaro menjelaskan tentang bahayanya ketika kita masuk dalam arus Vatta (pali) atau Vatra (Sanskret), atau dalam bahasa Indonesia sepadan dengan kata putaran. Yang dimaksud dalam putaran ini adalah putaran ketidakpuasan, atau penderitaan atau Dukkha.

Putaran yang pertama adalah Putaran Karma, Karma Vatra, atau Kamma Vatta, atau putaran perbuatan. Bhante menjelaskan, bahwa perbuatan satu akan menyebabkan perbutan lainnya, demikian seterusnya, sehingga apabila kita berbuat dengan kejahatan, maka bisa jadi akan mendorong ke perbuatan-perbuatan jahat lainnya. Demikian juga apabila kita berbuat dengan kebaikan, maka bisa jadi akan mendorong perbuatan-perbuatan baik lainnya.

Permasalahnnya adalah, yang memegang peranan dalam menilai perbuatan ini baik atau buruk bukan sekedar bentuknya, namun adalah motivasi yang mendasari. Banyak sekali perbuatan baik namun sebetulnya didasari oleh sikap keserakahan. Akibatnya apabila kebaikan kita itu tidak mendapat “sesuatu” yang kita harapkan, kita malah menjadi menderita. Contoh kec il, misalnya kita berencana berbuat baik, tiba2 sudah dikerjakan oleh orang lain, maka kita menjadi tidak suka dengan orang mengerjakan kebaikan itu, padahal niat kita adalah berbuat baik. Masuklah kita kedalam arus penderitaan.

Meski demikian, seloroh Bhante, berbuat baik dengan motivasi yang kurang baik, itu lebih baik daripada berbuat jahat. Seandainya ada orang berdana dengan keinginan untuk dikenal, itu lebih baik daripada orang yang malah nyolong, atau tidak berbuat apa-apa, karena iklas berdana itu akan terlatih dengan latihan berikutnya, ada hubungan dengan putaran atau Vatta ketiga.

Cara untuk menghentikan putaran penderitaan karena perbuatan adalah dengan berlatih untuk menhentikan perbuatan jahat kita, serta terus menerus membangun kebajikan dengan pengertian benar, bukan kebajikan kerna dilandasi oleh keserakahan.

Putaran pertama ini akan mendorong berputannya putaran yang kedua. Putaran, Vatta yang kedua adalah Vipaka Vatta, atau putaran buah Kamma. Bagaimana kemudian jika hasil dari perbuatan itu sudah kita dapat? Semisal kita sudah banyak berbuat baik, namun kadang kita merasa bahwa hidup kita ternyata masih dipenuhi dengan ketidak puasan dan penderitaan. Apabila kita terus menerus dipenuhi oleh ketidakmampuan kita menerima kenyataan penderitaan ini, bisa jadi akan mendorong kita untuk berbuat kejahatan, atau membuat sebab dari akibat buruk yang lain. Terus menerus jika dilakukan maka putaran satu dan putaran kedua ini akan terus menerus berputar menenggelamkan kita dalam arus penderitaan.

Cara untuk menghentikan arus putaran penderitaan yang kedua ini adalah dengan menyadari bahwa segala sesuatu itu tidak kekal dan sementara. Yang kedua adalah dengan melihat sisi lain dari penderitaan yang kita terima.

Sebagai analogi, Bhante menceritakan sebuah kisah dari Mongolia. Di Mongolia, masyarakatnya kebanyakan memelihara kuda sebagai harta paling berharga bagi mereka. Masyarakat di sana menangkap kuda liar kemudian menangkarkan. Kuda adalah harta yang sangat berharga sehingga wajib dijaga sedemikian rupa.

Suatu hari ada seorang peternak kuda yag hendak mendidik anaknya agar dapat menjadi peternak kuda yang bagus. Anak tersebut disuruh untuk menggembalakan kuda-kudanya. Namun ternyata, anak tersebut lalai dan menyebabkan satu ekor kudanya hilang. Betapa marah si bapak melihat itu semua. Hal ini kalau kita melihat sekilas, tentu keburukan yang sedang didapat, yaitu kehilnagan kuda, harta yang sangat berharga.

Namun dua hari setelah itu, kuda yang hilang tersebut pulang dengan membawa dua ekor kuda bandangan (tak bertuan/liar). Tentu saja sekarang sebaliknya, kebaikan yang sedang didapat, jadi apakah kuda hilang sudah pasti keburukan? Ada kalanya keburukan akan didapat namun itu tidak selamanya, dan dengan cara melihat yang berbeda kita akan dapat melihat kebaikan juga. Jika sikap mental ini dikembangkan maka tidak ada alasan untuk mereaksi keburukan yang kita dapat dengan berbuat jahat.

Cerita belum berakhir, karena saking senengnya kedatangan dua kuda baru, peternak tersebut kemudian kembali mempercayakan kepada anaknya untuk melatih kudanya. Namun yang terjadi, si anak tersebut jatuh dari kuda dan kakinya cacat. Luar biasa keburukan yang didapatnya. Begitu murung ketika mendapat keburukan ini. Sampai suatu hari, utusan kerajaan datang, mengumumkan tentang wajib militer karena negara dalam kedaan bahaya. Bagi yang sudah berusia diatas 19 tahun dan sehat wajib ikut. Karena anak tersebut meski sudah memenuhi usia, namun kakinya cacat, maka tidak diikutkan dalam militer, dan tidak wajib perang. Jadi, keburukan yang didapat itu tidak selamanya, dan ada cara lain untuk melihatnya. Dua hal ini cara untuk menghentikan putaran kedua agar tidak mendorong perbuatan baru yang jahat.

Apabila putaran pertama dan kedua ini terus berputar, maka akan mendorong putaran atau Vatta yang ketiga, yaitu Kilesa Vatta. Putaran kekotoran batin ini sangat halus dan licin kadang, dalam menyebabkan kita terjebak ke dalam arus penderitaan. Sebagai contoh, suatu saat kita berdana dengan baik dan sempurna. Namun sebulan kemudian karena ada orang yang pamer akan dananya, kita kemudian terdorong untuk menceritakan dana kita, saat itu, kilesa kita sudah muncul. Sangat halus, dan cepat.

Bagaimana untuk mengatasinya? Untuk mengatasinya adalah dengan cara melatih kewaspadaan, sehingga kita bisa mengamati dengan cepat perasaan kita apabla kilesa itu muncul. Cara melatih kewaspadaan adalah dengan mengembangkan meditasi. Meditasi yang benar akan mendorong kita makin tajam untuk mengamati gerak-gerik perasaan dan pikiran kita sehingga ketika sesuatu yang buruk akan muncul, kita sudah bisa mengendalikannya. Sebagai contoh, apabila kita marah, maka dengan sering melatih kewaspadaan, kita akan sadar, wah kita akan marah, dan begitu kita tahu kita akan marah, otomatis kemarahan kita hilang.

Itulah tiga Vatta atau Vatra atau putaran yang menjadi topik Dhammaclass malam hari itu. Acara ditutup tepat jam 21.30 WIB, dan dilanjutkan dengan ramah tamah. Dhammaclas berikutnya akan dilaksanakan pada tanggal 29 Agustus 2009, pada hari dan jam yang sama.


Senin, 17 Agustus 2009

Perayaan Asadha Puja 2553 tahun 2009






Asadha puja Vihara Karangdjati 2553 tahun 2009, diadakan pada tanggal 22 Juli jam 19.00 WIB. Puja pada peringatan salah satu hari besar ini dihadiri seratusan umat Buddha di Yogyakarta.

Asadha merupakan salah satu hari besar, untuk memperingati khorbah pertama Sang Buddha kepada lima orang petapa. Pada akhir khotbah tersebut, sang lima orang pertapa tersebut memohon untuk ditahbiskan menjadi Bhikkhu sehingga terbentuklah Sangha yang pertama. Dengan demikian lengkaplah tiga mustika, tiga permata, dan tiga perlindungan umat Buddha, yaitu Buddha, Dhamma dan Sangha.

Dalam Kotbahnya, YM Jayadhammo, kembali mengingatkan kepada umat Buddha untuk menghayati semangat Asadha, sebagai intropeksi bagi diri masing-masing. Dalam kotbah pertamanya waktu itu, sang Buddha sudah menyampaikan tentang adanya dukkha, penderitaan, ketidakpuasan, yang tentu juga ada sebabnya. Sang Buddha juga secara terbuka menyampaikan sebabnya, dijelaskan dengan tanpa rahasia, yaitu tentang dua jalan ekstrim, ekstrim terhadap keterikatan dan kemelakatan pada pemuasan nafsu indrawi, serta ekstrim terhadap jalan pertapaan keras sempai menyiksa diri, sebagai sebab dari penderitaan.

Dengan mengetahui hal tersebut aka sudah sepantasnya kita kemudian merefleksi kembali sejauh mana kita praktek dan berlatijh dalam dalam kehidupan kitya masing, apakah sudah dapat menghindari sejauh mungkin sebab-sebab penderitaan. Atau kita masih berkutat dengan penderitaan itu sendiri. Dengan rfeleksi ini kita akan memperbaiki latihan kita menjadi lebih baik.

Selesai melakukan puja bakti Asadha, dengan dipinpim oleh YM Piadhiro, dilakukan Pradaksina yaitu penghormatan dengan cara berjalan mengelilingi Budhapatima (dhammasala/vihara), dengan membawa amisa puja, sambil meneguhkan kembali keyakinan kepada Buddha, Dhamma dan sangha, yaitu dengan merenungkan sifat-sifat luhur Buddha Dhamma dan Sangha tersebut.

Selamat merayakan Asadha 2553 tahun 2009, dan selamat menjalankan masa Vassa bagi para Bhikkhu.

Rabu, 12 Agustus 2009

Sekolah Minggu ke Taman Pintar

di Shelter Transjogja



Antri Tiket

Berlibur, bermain, dan belajar. Itulah kegiatan yang dilakukan oleh anak-anak sekolah minggu Vihara Karangdjati pada hari Minggu, 12 Juli 2009. Sekolah Minggu pada hari tersebut dialihkan ke Taman Pintar.

Acara tersebut diadakan untuk refreshing, mengurangi kejenuhan, membangun kebersamaan yang lebih akrab antar satu sama lain sesama murid sekolah minggu, orang tua dan pengasuh sekolah minggu, sekaligus sebagai wahana belajar.

Mulai pagi jam 07.30 murid, orang tua dan para fasilitator sekolah minggu, mengadakan brifing tentang acara yang akan dijalankan pada hari itu. Kemudian tepat jam 08.30 rombongan mulai berangkat ke taman Pintar. Anak-anak dan para pengasuh di drop di halte Transjogja, sementara rombongan orang tua langsung menuju lokasi. Sengaja anak-anak ikut naik Bis Transjogja, untuk belajar mengenal dan menggunakan transportasi umum.

Sesampainya di Lokasi, sambil menunggu tiket masuk ke wahana belajar, rombongan terlebih dahulu makan snack sebagi pengganti sarapan. Maklum, karena semangatnya, banyak anak-anak yang belum sempat sarapan. Barulah setelah semua selesai makan snack, tiket sudah dapat, maka segera masuk ke dalam gedung wahana taman pintar.

Wahana yang dituju adalah gedung Oval dan gedung Kotak. Dalam dua gedung tersebut banyak sekali dikenalkan stand-stand ilmu pengetahuan, lengkap dengan peragaan serta game-game pendukungnya. Dimulai dari stand ilmu pengetahuan dan sains, biologi, alat-alat fisika dan kimia. Selain melihat peragaan alat-alat sains juga bisa bermain game dari alat-alat yang disediakan.
Setelah itu masuk ke wahana teknologi, mengenal teknologi bangunan dari jaman batu hingga pondasi modern, mengenal teknologi komunikasi yang tradisional hingga blacbery, melihat peragaan sinyal-sinyal HP, atau juga melihat peragaan kilang minyak, semua memberi tambahan pengetahuan sambil bermain. Ada juga stand tentang manusia purba, peragaan gempa bumi berupa rumah gempa, yaitu rumah-rumahan yang akan digoyang otomatis kalau kita masuk ke rumah tersebut.

Terakhir masuk ke stand seni dan budaya, mengenal benda-benda budaya dari alat membatik, melukis, mengenal keris, hingga wayang dan gamelan. Ada juga tersedia game wayang dan gamelan sehingga anak-anak akan lebih tertarik untuk belajar.

Kunjungan terkahir dalam gedung tersebut adalah nonton bareng teater 4 dimensi. Film yangdiputar adalah tentang peta tata surya, dan untuk menontonnya menggunakan kacamata khusus. Karena 4 dimensi maka setiap benda atau gerakan yang ada di film serasa ada di depan kita, tak heran teriakan-teriakan takut dan gempita terdengar dari penonton, seperti misalnya menabrak astreoid, terkena semprotan dll.

Capek dengan semua wahana tersebut, rombongan sekolah minggu kemudian menuju satu sudut di arena bermain taman pintar untuk makan bersama. Karena rombongan anak-anak, maka setalah makan mereka langsung bermain di arena bermain sesukanya, sampai satu per satu berpamitan pulang bersama orang tua masing-masing.

Berlibur, bermain dan belajar adalah kegiatan sekolah Minggu hari itu. Semoga akan menambah motivasi anak-anak, pengasuh dan orang tua dalam memajukan sekolah Minggu Vihara Karangdjati. Bagi anak-anak, sehari setelah acar tersebut, mereka masuk ke hari pertama sekolah di tahun ajaran baru. Semoga hal tersebut membawa manfaat untuk menabah motivasi belajar mereka.




Jumat, 03 Juli 2009

Gede Prama : Membangunkan Energi Kebaikan dari Dalam Diri

Gelang.. sipatu gelang.. gelang sirama-rama..

Mari pulang marilah pulang pulanglah kita bersama-sama..


Bapak Gede Prama memulai pembicarannya dengan mengajak hadirin untuk bernyayi lagu anak-anak gelang sipatu gelang. “Kadang kita perlu banyak belajar dari lagu anak-anak” kata Beliau. Alasan untuk mengajak menyanyikan lagu itu bersama-sama karena lagu itu selalu dibawakan dengan perasaan senang. Entah kondisnya bagaimana, meski di rumah sedang ada masalah, namun anak-anak akan selalu senang jika menyanyikan lagu tersebut, sebagi lagu pengantar pulang.


Setelah semuanya merasa senang, serta kembali ke rumah abadinya yaitu diri sendiri, Bapak Gede Prama kemudian melanjutkan sharenya mengenai jalan untuk menemukan spirit spiritual dalam hati kita. Dalam proses pencarian tersebut, maka diperlukan guru yang akan membimbing kita menemukannya. Bapak Gede Prama mengenalkan ada empat guru yang bisa digunakan sebagai tempat belajar.

Guru yang pertama adalah guru hidup. Perlu bagi kita untuk mencari dan akhirnya menemukan seseorang, yang kepadanya kita akan banyak belajar banyak tentang kehidupan. Guru yang kedua adalah guru buku suci, dan dengan buku suci tersebut kita akan banyak menemukan inspirasi kehidupan yang mendorong kearah yang lebih baik. Guru yang ketiga adalah guru simbolik, guru yang mengajarkan banyak hal secara tidak langsung, seperti misalnya Socrates yang belajar sabar dari istrinya yang cerewet. Sedangkan guru yang keempat adalah guru diri sendiri, yaitu sikap kontemplatif dan perenungan dalam diri sendiri.

Melalui keempat guru itulah kita belajar untuk membangun energi kebaikan yang ada dalam diri kita. Itulah sekilas inti materi yang Bapak Gede prama berikan pada acara bertajuk Bincang-Bincang Kehidupan Bersama Bapak Gede Prama, dengan tema membangunkan Energi Kebaikan Dari Dalam Diri, yang diadakan di Vihara karangdjati Yogyakarta, pada hari kamis tanggal 25 Juni 2009 jam 19.30 WIB.

Dihadapan 200 hadirin yang memenuhi Vihara karangdjati, Bapak Gede Prama benar-benar memberikan banyak inspirasi spiritual, ditambah dengan antusias dari hadirin untuk banyak bertanya kepada Beliau. Acara yang semesthinya hanya berlangsung sampai jam 9 tersebut, akhirnya molor hingga jam 10 malam. Semoga saja perbincangan bersama Bapak Gede Prama tersebut semakin membangunkan energi kebaikan dari dalam diri kita


Bpk. Gede Prama memberikan Sharenya di Vihara Karangdjati

Suasana Acara Bincang-Bincang kehidupan

Suasana Acara Bincang-Bincang kehidupan

Suasana Acara Bincang-Bincang kehidupan



Senin, 08 Juni 2009

TUGU Jogja : dua hari bersama Bpk. Buyung Wahab

Hari Sabtu,-Minggu 6-7 Juni 2009 kemarin, DPC PATRIA Kota Yogyakarta menggelar acara bertajuk Tugu Jogja : Dua Hari Bersama Bapak Buyung Wahab. Acara ini berupa sharing motivasi dan pelatihan leadhership bersama Bapak Buyung Wahab.

Acara ini diadakan bertujuan untuk memberikan motivasi kepada generasi muda Buddhis di Yogyakarta, khususnya kader PATRIA, untuk selalu bersemangat dalam karya-karya pengabdian melalui PATRIA, sekaligus bersemangat untuk meraih sukses dalam kehidupan pribadinya. Motivasi itu ditunjukkan dengan tekad yang dijadikan tajuk kegiatan, yaitu TUGU Jogja, tumbuh untuk generasi muda Jogja.

Kegiatan ini berlangsung dalam dua sesi. Sesi pertama diadakan di Vihara Karangdjati pada hari sabtu 6 Juni, dari jam 19.00- 21.30 wib. Acara sesi pertama ini diisi dengan sharing pengalaman pribadi Bapak Buyung Wahab. Sharing ini berjalan seru karena Pak Buyung membawakan dengan gaya yang santai, kocak, tapi sangat menginspirasi. Pak buyung dengan apik bisa membawakan cerita-cerita menarik seputar kehidupannya, jalannya menuju sukses, serta etika-etika kehidupan yang bersumber dari Buddha Dhamma.

Sesi kedua, diadakan pagi harinya, hari Minggu, Jam 10 di Hotel Mawar Asri. Sesi kedua berupa pelatihan leadhership. Materi yang dibawakan oleh Pak Buyung wahab berkisar tentang pola pandang menuju sukses, kebiasan kebiasaan yang mendukung untuk sukses, menjadi pribadi yang bertanggung jawab, serta kekuatan pikiran. Materi itu dibawakan dengan contoh-contoh aplikatif di kehidupan sehari-hari, serta games-games yang mejadikan peserta semakin antusias.
Acara yang dihadiri 25 peserta ini, berakhir tepat jam 14.30 WIB. Acara ini dapat berlangsung dengan baik, tentu saja kerena kebaikan dari banyak pihak yang mendukung acara ini. Terimakasih kepada Bapak Buyung wahab atas ilmu-ilmu yang telah di bagi, juga terimakasih kepada DPP PATRIA yang telah membantu memfasilitasi acara ini, serta pihak-pihak yang telah membantu acara ini sehingga berjalan baik.

Semoga acara ini akan semakin menginspirasi dan memotivasi generasi muda Buddhis Jogja untuk semakin bersemangat dalam pengabdian bersama PATRIA, dan semakin bersemangat untuk meraih suksesnya. Dengan demikian tajuk kegiatan yaitu tumbuh untuk generasi muda, akan dapat terwujud di kemudian hari.

foto bersama peserta dan pembicara

Suasana pelatihan, semangat!!

Suasana Pelatihan, Ceria dan Bermanfaat.


Suasana Pelatihan, Rentangkan tanganmu...

Serius mendengarkan cerita pembicara