Rabu, 16 September 2009

Dhammaclas masa Vassa 2009 sesi ketiga : Sukses sebagai Umat Awam

Kesempatan belajar Dhamma melalui program dhammaclas masa Vasa Vihara Karangdjati untuk tahun 2009 telah berakhir, dengan diadakannya dhammaclas sesi ketiga atau sesi yang terakhir. Acara tersebut diadakan pada hari Sabtu, tanggal 12 September dimulai tepat pukul 19.00 WIB. Hadir dalam Dhammaclas tersebut adalah Bhikkhu Jotidhammo Mahathera sebagai pembicara.

Dhammaclas sesi yang terakhir ini, Bhante Joti, panggilan akrab Bhikkhu Jotidhammo, membahas tentang pengertian yang salah dari umat Buddha berkaitan dengan semangat hidup. Dikatakan oleh Bhante Joti, umat Buddha bisa memilih, menjadi bhikkhu atau perumah tangga. Dua pilihan itu memiliki kewajiban masing-masing, yang tidak bisa disamakan. Kalau memilih menjadi bhikkhu jangan seperti umat awam, demikian pula sebaliknya, kalau menjadi umat awam perumah tangga, jangan seperti bhikkhu.

Kesalahan berpikir itu antar lain, umat Buddha banyak yang berpendapat bahwa kekayaan, materi, jabatan, kepandaian, itu tidak penting karena menimbulkan “kemelekatan”. Padahal, adalah tugas umat awam mengusahakan kesuksesan dalam hidupnya baik secara materi atau yang lain. Kesalahannya bukan pada materi, kekayaan atau jabatan, tapi bagaimana kita memandang hal-hal tu. Yang harus dilakukan umat Buddha adalah mengusahakan hal-hal itu dengan jalan yang benar, menggunakan sila yang benar, serta memiliki pengertian yang benar tentang materi, bukan dengan menghindarinya sama sekali. Kalau mau menghindar, maka jadilah bhikkhu, meninggalkan keduniawaian, demikian seloroh Bhante joti.

Bhante Joti juga mengingatkan, bahwa umat Buddha harus dapat membedakan antara Viriya (semangat), dengan Tanha (nafsu) dalam mencapai kesuksesan duniawi tersebut. Viriya menekankan pada proses, sehingga dalam mencapainya selalu mengikuti kaidah sila dan etika yang ada. Sementara Tanha menekankan pada hasil, akibatnya mungkin orang akan mengabaikan sila dan etika, kalau perlu dilanggarnya, asal materi duniawi bisa didapat. Umat Buddha yang baik harusnya penuh Viriya, bukan penuh Tanha.

Dhammaclas sesi terakhir ini dihadiri sekitar 70 orang. Berjalan cukup seru karena banyak sekali pertanyaan-pertanyaan seputar sukses sebagai umat awam ini. Setelah berlangsung selama dua jam, dhammaclas berakhir. Semoga apa yang disampaikan dalam dhammaclas ini akan membawa kemajuan dan kebaikan bagi semuanya.

Kunjungan Peserta “Indonesian Art and Culture Scholarship 2009” ke Vihara Karangdjati

Hari Sabtu, tanggal 12 September 2009, jam 14.00, Vihara Karangdjati mendapat tamu manca Negara, para peserta IACS, Indonesian Art and Culture Scholarship 2009. IACS adalah program dari Departemen Luar Negeri, berupa pemberian kesempatan bagi pemuda-pemudi berbagai negara untuk tinggal di Indonesia, serta dikenalkan dengan berbagai ragam budaya Indonesia. Yogyakarta kebetulan adalah salah satu kota yang dipilih, dengan Sanggar Sekar Setaman Taman Budaya Yogyakarta sebagai tuan rumah bagi para peserta tersebut.

Salah satu agenda kegaiatn mereka adalah mengenal ragam agama yang dianut oleh masayarakat Indonesia, dan Vihara Karangdjati dipilih sebagai tempat untuk mengenal agama Buddha di Indonesia. Acara kunjungan tersebut diawali dengan perkenalan antara rombongan peserta yang dating dari 12 negara, dengan pengurus Vihara Karangdjati yang hadir. Setelah itu, dilanjutkan dengan dialog, tentang sejarah, perkembangan dan kegiatan Vihara Karangdjati. Peserta kemudian antusias untuk bertanya tentang berbagai hal, menyangkut Vihara dan kegiatan umat Buddha pada umumnya.

Setelah itu, dilanjutkan dengan melihat ruangan dhammasala, melihat altar sang Buddha dan mengenal simbol-simbol agama Buddha. Setelah dirasa cukup, acara selanjutnya adalah foto bersama, serta pemberian kenang-kenangan kepada peserta berupa buku sejarah vihara Karangdjati. Bagi Vihara Karangdjati, ( ini adalah kesempatan kedua mendapat kunjungan dari program serupa setelah tahun lalu mendapat kunjungan yang sama), merupakan kehormatan, karena melalui acara ini telah menjadi duta Bangsa untuk mengenalkan ragam budaya Indonesia.

Acara Tujuhbelasan ala Karangdjati

Bertempat di vihara karangdjati, hari minggu tanggal 23 Agustus diadakan acarabertajuk semarak kemerdekaan ala karangdjdati. Acara ini selain bertujuan utama untuk ikut memeriahkan hari ulang tahun Indonesia yang ke-64, sekaligus sebagai ajang keakraban antar umat di Vihara karangdjati.

Sesuai tujuannya yang untuh memeriahkan sekaligus keakraban, maka tujuhbelasaan tersebut diisi dengan barbagai perlombaan untuk membuat suasana meriah dan akrab. Berbagai perlombaan dipersiapkan, dengan tujuan utama bukan untuk menang kalah, tapi bagaimana suasana menjadi meriah, bercanda bersama, dan ujung-ujungnya akan tercipta satu suasana akrab diantara umat lintas generasi, entah sesepuh, pemuda atau anak-anak, atau bahkan ibu-ibunya.

Perlombaan dimulai sekitar jam 3 sore menunggu redanya terik matahari. Diawali dengan perlombaan sepakbola terong antara tim anak-anak, kemudian dilanjutkan tim bapak-bapak. Suasana yang masih heboh melihat kelucuan sepakbola terong, langsung dilanjutkan balap botol antar tim, kemudian gigit koin yang nempel di buah blewah, dan pukul air. Puncaknya adalah sepakbola lumpur, main bola di tengah sawah yang sudahj siap tanam, jadi peserta benar-benar berlepotan karena lumpur.

Seperti tujuannnya yang berseifat rekreatif dan akrab, maka acara ini juga berlangsung dengan penuh canda dan tawa. Meski capek, kotor, menang-kalah juga bukan urusan, yang penting adalah berpartisipasi dalam peringatan kemerdekaan Indonesia sekaligus menjalin keakraban antar umat Vihara.


Video sepakbola sawah