Sabtu, 27 September 2008

Dhammaclas Masa Vassa sesi ke-3

Dhammaclas sesi ke-3 atau terakhir di Vihara Karangdjati tahun ini diadakan pada hari Sabtu, 20 September 2008, tepat jam 19.00 WIB. Sebagai pembicara adalah Bhante Saccadhammo. dengan dihadiri sekitar 70 umat Buddha.

Pada kesempatan ini Bhante Saccadhamo menguraikan tentang pilihan. Dalam kehidupan ini, setiap saat kita dihadapkan pada banyak pilihan tindakan. Begitu banyak pilihan itu sehingga kadang kita dibuat bingung. Tak jarang pula kita menyesal terhadap pilihan tindakan yang kita ambil setelah berakibat tidak baik.

Dengan banyaknya pilihan itu, maka diperlukan kemampuan untuk mengambil tindakan mana yang tepat. Nah pilihan tindakan yang tepat adalah tindakan yang mendukung ke arah kebajikan, tidak merupakan pemuasan dari kebencian atau keserakahan. Tak lupa, pilihan yang kita ambil itu semesthinya juga tidak membuat orang lain atau makhluk lain dirugikan.

Lebih dari itu, setelah kita mengambil pilihan tindakan, yang penting juga adalah bertanggungjawab terhadap pilihan yang kita ambil. Tak lain karena setiap pilihan mengandung resiko. sang Buddha sebagai guru juga menawarkan pilihan jalan untuk menuju ke kebahagaian sejati. Sang Buddha tidak mengajarkan ajarannya berupa larangan dan kewajiban, tapi sebuah ulasan agar kita menjadi bijak dalam memilh jalan. Jalan menuju pembebebasan yang diajarkan Sang Buddha pun hanya bermanfaat kalau kita berjalan pada pilihan jalan itu.

Dhammaclas malam itu merupakan Dhammcla masa vassa sesi terakhir. Berikutnya bulan depan sudah memaasuki Bulan Kathina. Selamat merayakan Kathina Dana 2552 kepada seluruh Umat Buddha sekalian.

Kunjungan Peserta Indonesian Arts and Culture Scholarship 2008

Hari Sabtu tanggal 20 September 2008 jam 15.00WIB, Vihara Karangdjati mendapat kunjungan dari Sanggar Sekar Setaman Taman Budaya Yogyakarta yang merupakan tuan rumah dari program Indonesian Arts and Culture Scholarship 2008. Kunjugan ke Vihara itu merupakan bagian dari kegiatan memperkenalkan keragaman budaya dan religi di Yogyakarta.

Dalam kunjungan tersebut, hadir semua peserta Indonesian Arts And Culture Scholarship 2008 dari berbagai negara seperti Jepang, Nauru, Fiji, Samoa, Thailand, Philipina, Myanmar, Vietnam, Tonga, China dan Azerbaijan, dengan didampingi oleh 3 pendamping yaitu Ibu Anggi Minarni, Bapak Ferial Afii dan Ibu Titi Handayani.

Kunjungan mereka disambut oleh Pengurus Vihara Karangdjati yaitu Bapak Supriyanto selaku ketua Vihara, didampingi Bapak Soetrisno, Agus dan Tri. Rombongan diterima di ruang meeting room dengan diawali perkenalan secukupnya. Setelah itu, Pengurus Vihara memperkenalkan Vihara Karangdjati, dimulai dari sejarah berdirinya, kegiatannya serta hubungan dengan masyarakat secara umum. Sempat juga diadakan tanya jawab dengan peserta, tentang berbagai hal mengenai Vihara Karangdjati.

Acara kemudian dilanjutkan dengan melihat lingkungan Vihara, ruang Dhammasala, dan dilanjutkan dengan foto bersama di depan altar Vihara Karangdjati.

Minggu, 14 September 2008

Sengkalan Yang Tak Sekedar Prasasti

Dalam budaya Jawa, terdapat tata cara untuk menandai masa atau tahun tertentu dengan ungkapan rangkaian kata-kata yang jika dibaca (diartikan) dengan angka membentuk tahun terjadinya sesuatu. Hal ini sudah berlangsung sejak jaman sebelum Majapahit hingga saat ini.

Vihara Karangdjati juga demikian. Dalam prasasti di gapuranya tertulis rangkaian kata menggunakan abjad jawa, Rasa luhur Rinenggo Bekti , katon asri gapura dharma. Jika di baca Rasa (2) Luhur (6) Rinenggo(9) Bekti (1) dan Katon (5) Asri (0) Gapura (5) Dharma(2). Dibaca, menurut aturan sengkalan, tanda tahun dibaca dari belakang maka menjadi angka 1962 dan 2505. Artinya prasasti pernyataan pendirian atau peresmian Vihara Karangdjati adalah tahun 1962 masehi atau 2505 BE.

Nah, tidak sekedar rangkaian kata dan tahun yang tertulis indah, namun juga pilhan kata yang diambil. Rasa luhur Rinenggo Bekti maksudnya adalah Rasa luhur yang dihiasi dan didorong semangat bakti dan mengabdi. Katon Asri Gapura Dharma berarti terlihat indah pintu gerbang Dharma. Bukan sekedar prasasti, namun juga seperti tekad, untuk terus mengabdi memberikan pelayan dan membawa keluhuran Jiwa memasuki gerbang Dharma.

Sabtu, 13 September 2008

Kunjungan Murid SD ke Vihara Karangdjati

Hari sabtu, 13 September 2008 sekitar jam 10 pagi, Vihara Karangdjati tampak semarak oleh kehadiran anak-anak. Mereka sekitar 40 anak, Murid-murid gabungan dari tiga SD, yaitu SDN Deresan, SDN Percobaan 2 dan SDN Kledokan. Mereka adalah para siswa Kristiani yang sedang mengkikuti kegiatan pengenalan multikultral keagamaan. Dengan didampingi oleh Bapak-Ibu gurunya, datang ke Vihara dalam rangka mengenal lebih dekat tempat ibadah umat Buddha.

Menurut para Gurunya, kegiatan ini dilakukan agar anak didiknya mengenal tempat ibadah umat lain sejak dini, sehingga akan terbentuk rasa saling menghormati satu sama lain. Alangkah baiknya jika pemahaman keberagaman itu dimulai sejak dini.

Rombongan di sambut oleh Bapak Supriyanto, selaku ketua Vihara, dengan di dampingi Sdr Agus dan Sdr Tri. Seteah dilakukan perkenalan sedikit, kemudian dikenalakan bagian2 dari Vihara. Juga dijelaskan tentang Altar dan simbol2 yang ada di Altar. Atas permintaan dari para Murid, dilakukan juga simulasi sikap duduk, anjali dan tatacara Puja Bakti agama Buddha.

Sayang, karena keterbatasan waktu, jadi acara tersebut harus terhenti meski kelihatan para murid dan bahkan guru-gurunya masih antusias untuk mengetahui lebih lanjut tentang Vihara dan seluk beluknya.

Minggu, 07 September 2008

Dhammaclas Masa Vassa sesi kedua

Dhammaclas masa Vassa untuk sesi yang kedua telah dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 6 September 2008 di Vihara Karangdjati. Acara Dhammaclas di mulai jam 19.00 wib dan dihadiri sekitar 60 umat Buddha di Yogyakarta. Hadir dalam kesempatan ini adalah Bhante Jotidhammo Mahathera sebagai nara sumber.

Dalam kesempatan ini Bhante Jotidhammo menyampaikan tentang bagaimana kita sebaiknya menjujung tinggi dan respek terhadap kebajikan. Dalam masyarakat sekarang ini, sering yang muncul adalah rasa respek dan menjunjung tinggi hal-hal diluar kebajikan, hal ini misalnya menjujung tinggi kemewahan, menjujung tinggi gya hidup, menjunjung tinggi ketenaran, menjujung tinggi kekayaan, atau memnjunjung tinggi kepandaian.

Dengan menjunjung tinggi hal-hal itu, maka kita menjadi mengejar hal-hal tersebut, serta menjadi kagum terhadap orang-orang yang memilikinya. Akibatnya dalam rangka mendapatkannya itu, maka kita menjadi tidak lagi peduli terhadap hal-hal yang bersifat kebajikan. Sebaiknya, kita menjunjung tinggi kebajikan dengan memberi respek yang tinggi terhadap pembuat kebajikan, serta kita selalu berbuat bajik juga.