Selasa, 18 Agustus 2009

Dhammaclass sesi I : tiga macam Vatta

Dhammaclass masa Vasa untuk Sesi I sudah dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 15 Agustus 2009, tepat jam 19.00 WIB Hadir sebagai pembicara adalah YM Sri Pannyavaro Mahathera.
Dalam kesempatan ini, Bhnate Panyavaro menjelaskan tentang bahayanya ketika kita masuk dalam arus Vatta (pali) atau Vatra (Sanskret), atau dalam bahasa Indonesia sepadan dengan kata putaran. Yang dimaksud dalam putaran ini adalah putaran ketidakpuasan, atau penderitaan atau Dukkha.

Putaran yang pertama adalah Putaran Karma, Karma Vatra, atau Kamma Vatta, atau putaran perbuatan. Bhante menjelaskan, bahwa perbuatan satu akan menyebabkan perbutan lainnya, demikian seterusnya, sehingga apabila kita berbuat dengan kejahatan, maka bisa jadi akan mendorong ke perbuatan-perbuatan jahat lainnya. Demikian juga apabila kita berbuat dengan kebaikan, maka bisa jadi akan mendorong perbuatan-perbuatan baik lainnya.

Permasalahnnya adalah, yang memegang peranan dalam menilai perbuatan ini baik atau buruk bukan sekedar bentuknya, namun adalah motivasi yang mendasari. Banyak sekali perbuatan baik namun sebetulnya didasari oleh sikap keserakahan. Akibatnya apabila kebaikan kita itu tidak mendapat “sesuatu” yang kita harapkan, kita malah menjadi menderita. Contoh kec il, misalnya kita berencana berbuat baik, tiba2 sudah dikerjakan oleh orang lain, maka kita menjadi tidak suka dengan orang mengerjakan kebaikan itu, padahal niat kita adalah berbuat baik. Masuklah kita kedalam arus penderitaan.

Meski demikian, seloroh Bhante, berbuat baik dengan motivasi yang kurang baik, itu lebih baik daripada berbuat jahat. Seandainya ada orang berdana dengan keinginan untuk dikenal, itu lebih baik daripada orang yang malah nyolong, atau tidak berbuat apa-apa, karena iklas berdana itu akan terlatih dengan latihan berikutnya, ada hubungan dengan putaran atau Vatta ketiga.

Cara untuk menghentikan putaran penderitaan karena perbuatan adalah dengan berlatih untuk menhentikan perbuatan jahat kita, serta terus menerus membangun kebajikan dengan pengertian benar, bukan kebajikan kerna dilandasi oleh keserakahan.

Putaran pertama ini akan mendorong berputannya putaran yang kedua. Putaran, Vatta yang kedua adalah Vipaka Vatta, atau putaran buah Kamma. Bagaimana kemudian jika hasil dari perbuatan itu sudah kita dapat? Semisal kita sudah banyak berbuat baik, namun kadang kita merasa bahwa hidup kita ternyata masih dipenuhi dengan ketidak puasan dan penderitaan. Apabila kita terus menerus dipenuhi oleh ketidakmampuan kita menerima kenyataan penderitaan ini, bisa jadi akan mendorong kita untuk berbuat kejahatan, atau membuat sebab dari akibat buruk yang lain. Terus menerus jika dilakukan maka putaran satu dan putaran kedua ini akan terus menerus berputar menenggelamkan kita dalam arus penderitaan.

Cara untuk menghentikan arus putaran penderitaan yang kedua ini adalah dengan menyadari bahwa segala sesuatu itu tidak kekal dan sementara. Yang kedua adalah dengan melihat sisi lain dari penderitaan yang kita terima.

Sebagai analogi, Bhante menceritakan sebuah kisah dari Mongolia. Di Mongolia, masyarakatnya kebanyakan memelihara kuda sebagai harta paling berharga bagi mereka. Masyarakat di sana menangkap kuda liar kemudian menangkarkan. Kuda adalah harta yang sangat berharga sehingga wajib dijaga sedemikian rupa.

Suatu hari ada seorang peternak kuda yag hendak mendidik anaknya agar dapat menjadi peternak kuda yang bagus. Anak tersebut disuruh untuk menggembalakan kuda-kudanya. Namun ternyata, anak tersebut lalai dan menyebabkan satu ekor kudanya hilang. Betapa marah si bapak melihat itu semua. Hal ini kalau kita melihat sekilas, tentu keburukan yang sedang didapat, yaitu kehilnagan kuda, harta yang sangat berharga.

Namun dua hari setelah itu, kuda yang hilang tersebut pulang dengan membawa dua ekor kuda bandangan (tak bertuan/liar). Tentu saja sekarang sebaliknya, kebaikan yang sedang didapat, jadi apakah kuda hilang sudah pasti keburukan? Ada kalanya keburukan akan didapat namun itu tidak selamanya, dan dengan cara melihat yang berbeda kita akan dapat melihat kebaikan juga. Jika sikap mental ini dikembangkan maka tidak ada alasan untuk mereaksi keburukan yang kita dapat dengan berbuat jahat.

Cerita belum berakhir, karena saking senengnya kedatangan dua kuda baru, peternak tersebut kemudian kembali mempercayakan kepada anaknya untuk melatih kudanya. Namun yang terjadi, si anak tersebut jatuh dari kuda dan kakinya cacat. Luar biasa keburukan yang didapatnya. Begitu murung ketika mendapat keburukan ini. Sampai suatu hari, utusan kerajaan datang, mengumumkan tentang wajib militer karena negara dalam kedaan bahaya. Bagi yang sudah berusia diatas 19 tahun dan sehat wajib ikut. Karena anak tersebut meski sudah memenuhi usia, namun kakinya cacat, maka tidak diikutkan dalam militer, dan tidak wajib perang. Jadi, keburukan yang didapat itu tidak selamanya, dan ada cara lain untuk melihatnya. Dua hal ini cara untuk menghentikan putaran kedua agar tidak mendorong perbuatan baru yang jahat.

Apabila putaran pertama dan kedua ini terus berputar, maka akan mendorong putaran atau Vatta yang ketiga, yaitu Kilesa Vatta. Putaran kekotoran batin ini sangat halus dan licin kadang, dalam menyebabkan kita terjebak ke dalam arus penderitaan. Sebagai contoh, suatu saat kita berdana dengan baik dan sempurna. Namun sebulan kemudian karena ada orang yang pamer akan dananya, kita kemudian terdorong untuk menceritakan dana kita, saat itu, kilesa kita sudah muncul. Sangat halus, dan cepat.

Bagaimana untuk mengatasinya? Untuk mengatasinya adalah dengan cara melatih kewaspadaan, sehingga kita bisa mengamati dengan cepat perasaan kita apabla kilesa itu muncul. Cara melatih kewaspadaan adalah dengan mengembangkan meditasi. Meditasi yang benar akan mendorong kita makin tajam untuk mengamati gerak-gerik perasaan dan pikiran kita sehingga ketika sesuatu yang buruk akan muncul, kita sudah bisa mengendalikannya. Sebagai contoh, apabila kita marah, maka dengan sering melatih kewaspadaan, kita akan sadar, wah kita akan marah, dan begitu kita tahu kita akan marah, otomatis kemarahan kita hilang.

Itulah tiga Vatta atau Vatra atau putaran yang menjadi topik Dhammaclass malam hari itu. Acara ditutup tepat jam 21.30 WIB, dan dilanjutkan dengan ramah tamah. Dhammaclas berikutnya akan dilaksanakan pada tanggal 29 Agustus 2009, pada hari dan jam yang sama.


1 komentar:

damnaggaviro mengatakan...

Dhammaclass yang menarik meskipun cerita di dalamnya sudah pernah saya dengar sebelumnya. Sungguh hal ini adalah suatu pengetahuan baru bagi saya. Tentunya akan lebih membahagiakan jika saya sendiri ada disana untuk mendengarkan Khotbah Dhamma yang sangat berharga ini. Salam untuk seluruh Pengurus Vihara Karangdjati, semoga tetap memiliki semangat dan ketegaran dalam menyebarluaskan Ajaran.